Band yang ingin kami potret dijadwalkan manggung pukul 17.00 dan saat itu jam masih menunjukkan pukul 15.30. Akhirnya untuk menghabiskan waku, saya dan Adit mengobrol tentang banyak hal. Kebetulan kami juga sudah lama tidak bertemu. Obrolan mengenai tugas akhirnya, ulang tahun saya, sampai LGBT mengalir begitu saja. Pukul 17.00 lewat, band yang kami tunggu tak kunjung naik panggung. Akhirnya saya dan Adit memutuskan untuk keluar sejenak membeli minuman. Disekitar panggung ramai penjaja makanan, booth sponsor, dan terdapat pula sebuah wahana yang sering bapak saya sebut sebagai dremolen (kalau di Dufan, namanya bianglala, kalau biar gaul namanya ferish wheel). Ngomong-ngomong, saya selalu suka melihat bianglala. Ia berputar, berganti dari atas dan ke bawah. Seperti hidup.
Kalau diibaratkan bianglala, semua orang pasti pernah mengalami naik turun kehidupan dalam jangka waktu dekat atau panjang.
Walaupun bukan karena tidak bisa makan berhari-hari akibat tidak memiliki uang atau harus tinggal bersama hewan peliharaan seperti apa yang ditayangkan di acara Jika Aku Menjadi, saya sudah sempat (merasa) berada dititik terbawah rotasi bianglala dimana segala sesuatu terasa pahit dan tak kunjung usai untuk diperjuangkan.
Malam setelah pulang dari alun-alun, saya menangis dikamar. Beberapa kejadian hari itu membuat saya sesak hingga akhirnya meledak dan memantik air mata yang sudah minta dikeluarkan sejak dua hari sebelumnya. Saya merasa gelisah sepanjang hari, tidak tahu tujuan, ling-lung, dan bingung. Saya mencoba menghubungi Ibu, beberapa teman menanyakan kabar, dan pergi wudhu untuk sholat isya. Kesemuanya membuat air mata semakin deras. Tamparan bahwasanya kebahagiaan berlebih akan menghasilkan kesedihan yang berlebih pula dan keyakinan bahwa "jangan ketawa pagi-pagi karena nanti malam bisa-bisa nangis lho" bukan sekedar mitos belaka kian menguat, karena kebetulan selama beberapa hari sebelum akhirnya terus merasa gelisah, hari-hari saya dihabiskan dengan senyum-senyum tidak jelas efek kejutan kedatangan Danish. Senyum lebay yang menghasilkan kebahagiaan. Yang lebay.
(Alun-alun Utara Jogjakarta)
Tapi karena analogi bianglala hasil ciptaan saya sendiri, percayalah bahwa hidup ini sebelas dua belas dengan bianglala. Kadang diatas kadan dibawah. Jangan pernah takut kelamaan berada dibawah, karena The Beatles bilang "And in the end the love you make is equal to the love you take". Berakit-rakit kehululah, karena pada akhirnya kita akan berenang-renang ketepian. Ingat, siapa yang menanam kebaikan pasti akan menuai kebahagiaan.
Mungkin hari sebelumnya saya banjir senyuman dan kemarin air mata berjatuhan. Namun, bukan tidak mungkin kan hari ini saya bertemu kebahagiaan? Kamu pun juga begitu.
Semoga harimu menyenangkan. (:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar